Tuesday, May 3, 2011

BEAUTYISHPAIN

Pernah dengar kalimat ” beauty is pain”?

I am sure you did.

It is just some phrases you can easily find in mags, women mags.

Or umm.. television maybe?

I just tot u did.



Nah, beberapa orang kepo dan menanyakan ke gue apa filosofi dibalik “beauty is pain” dimana kalimat itu menjadi official email gue untuk apapun.

Yea, anything in my life is according to that account.

It is beautyishpain@yahoo.com


Pake “h”?

Hmm.. yah itu dia yang biasanya jadi pertanyaan selanjutnya. kenapa mesti pake “h”.

Beberapa orang berpikir ” Wow, pasti ada filosofi di balik itu.”

Another mean guys said ” Lo pake “h” biar tulisannnya kayak alay-alay gitu ya?”

Sad, it was just rude. :(



Sebenernya gue ga pernah menjelaskan ke siapa-siapa.

Kenapa?

There are only 5 alphabets reason.

M A L A S.


You know, people just cant get it.

Everything we explain to them sometimes just kinda waste of time.

People dont care that much to listen the whole story.

Only two reasons, eh 3 reasons why people wanna listen to you. Your philosophy actually.

One, they have crush on you.

Two, they are jobless.

Three, they’re paid.



So, dont wish anyone would listen what is your probs, your philosophies, your jokes, anything.

Anyway, do not hope. Ha ha

So, i just want to type some to explain to my self what ” beauty ish pain” is about.

It is not about beauty. It is not about pain, anyhoo. It is not about is.


Cantik (beauty) itu kata sifat.

Kata sifat bisa diukur levelnya. Seperti kembali lagi ke cantik.

Cantik biasa. Cantik sedang. cantik sangat.

Nah, biasanya orang bisa mengukur kualitas “cantik” dirinya.

Cantik biasa. Cantik sedang. Cantik sangat.

Except for bitches, alay bitches who got over-confidence. That is another thing.



Sekiranya orang bisa menilai dirinya, maka dia akan mencari kerumunan spesies yang selevel dengan mereka. Untuk berteman, bekerja, ataupun untuk berkembang biak. Sori, maksudnya mencari pasangan. (Entah kenapa berkembang biak terdengar seperti sedang membicarakan ternak).

Dengan mengerti level itu, maka orang bisa mengira-ngira jati diri mereka dari siapa yang ada disekitar mereka.


Contoh!

Si Andre dan Andra adalah anak kembar. Si Andre punya geng anak moge. Motor gede. Rata-rata temannya berkumis panjang, bewok, tato, sangar, tatapan mata elang, jeans dengkul bolong, dan sebenarnya.

Sedangkan si Andra, ia tergabung dalam kelompok ilmiah remaja. Isinya adalah manusia-manusia ber IQ melayang di udara (saking tingginya), membuat robot yang bisa menanak nasi, menciptakan roket yang bisa terbang ke planet buri-buri, dan kerjaan-kerjaan lainnya yang cuma bisa bikin orang tepuk tangan.


Nah, apa sekarang tanggapan kalian terhadap 2 anak ini?

Beda kan satu dengan yang lain.

Pasti pada mengira kalo Andre lebih banyak negatifnya daripada Andra.

Hell yeah, lihat aja dari teman-temannya!

Padahal mereka kan saudara kembar. Kenapa kita ga berpikiran lebih positif bahwa mereka tuh ga beda jauh tabiatnya?

Kenapa mesti liat dari teman-teman mereka?

Nangningnungningnangningnung… bingung ya? :p



Beauty is(h) pain.

Account ini saya buat dengan tujuan untuk mendapatkan email yang tetap untuk buku tahunan SMA.

Dari dulu gue punya email perasaaan ga pernah settle. Gonta-ganti mulu.

Akhirnya gue bingung. Lagipula email gue sebelum BIP sangat-sangat alay.

Sangat labil dan seperti ABG bingung.

Dan setelah menimbang-nimbang, solat tahajud tiap malam, makan nasi merah nasi putih, muncullah kalimat “beauty is(h) pain”. Akhirnya ilham itu datang dari langit.



Terus kenapa musti pake “h” woi??

Ok, ok we’ll get there.


Balik ke beauty is(h) pain.

Sejujurnya mah, selipan huruf “h” itu buat sok asik ajah.. sok slang hip-hop kituhh..

Tapi kalo sekarang mah, berhubung saya sudah insaf, maka akan saya kembalikan ke kata asalnya.


Ish itu berari “kira-kira” kan ya? Yah, kira-kira begitu.

It is like ” Ok, see you at 6-ish”

Arrrrtinya ” Baiklah, sampe ketemu jam 6-an”

Jadi, mereka ga ketemu pas jam 6 teng, tapi mungkin jam 6 lewat 3 detik, gitu.

Wae, orang Indonesia mah janjian jam 6 semua pada dateng jam 7 kurang seperapat. Ya kan? Ya kaaan??

Jadi, bisa dibilang “ish” disini ya emang “ish”.

Bukan bentuk alay dari “is”. Sekian.


Dan kata terakhir yang sangat mempunyai banyak arti, banyak lika-liku, dan konotasi maupun penjelmaan denotasi lainnya adalah..

Mari kita sebutkan bersama-sama dengan suara lirih, PAIN.

Empat huruf, 2 vokal, 2 konsonan, 1 arti. ( ah, ribet lo, Ri)

Tiap orang punya definisi sendiri terhadap pain.

Kalo dari saya mah, yang saya pelajari, pain adalah salah satu gejala inflamasi.

Dimana dari inflamasi tersebut terdapat gejala-gejala lain seperti redness, swell, warm, dan loss of function.

Ziahahahaha gak lah. Gue ga akan bahas itu kok. Kaga ngerti-ngerti banget juga dah.;p

Serius, bagi gue, “pain” adalah satu kata yang sulit didefinisikan.



Bagaimana menurut Anda?

Isilah titik-titik dibawah ini :

1. Menurut saya “pain” adalah …

2. Saya pernah merasa “pain” ketika … (bagi yang pernah.. bagi yang belum? ke laut sono biar digigit teripang dan ngerasain “pain”)

3. Kalau sedang merasa “pain” biasanya saya …
4. Orang yang pernah membuat saya “pain” adalah … karena …

5. Sesuatu yang bisa menyembuhkan “pain” yang saya alami adalah …

Cepet ya! 12 menit lalu kumpulkan!



Nah, kalo udah gitu kita tau kan level “pain” kita dimana?

Seberapa vulnerable kita terhadap pain itu sendiri.

Semua orang jelas pernah ngerasain pain. Cuma beda cara mengatasinya aja.

Orang yang terlalu vulnerable terhadap pain yang dialaminya akan terlihat jadi anak galau sepanjang waktu dan tidak menikmati hidup.

Jadi, jangan dilakukan ya, anak-anak.;p


Penelitian di kota Wenxys,Slovakia mengatakan orang yang galau terus-menerus yang melebihi 46% dari harinya terbukti akan mengurangi umur hingga 3 jam tiap 1 persennya! Waspadalah! Waspadalah!

Pernyataan saya diatas cukup dimaknai saja ya, actually, there is no town named “Wenxys” in Slovakia or any other places in the world).



So, beauty is(h) pain!

Setelah kita mengetahui dimana posisi kita, kualitas kita sebagai manusia, maka kita akan menjadi lebih aware terhadap apa yang akan terjadi di hidup ini.

Seperti gue pas akan menghadapi ujian. Terus gue ga belajar.

Otomatis gue bisa mengira-ngira “sebisa apakah gue terhadap ujian ini?” tepatnya “se-percaya diri apakah gue terhadap ujian ini?”

Nah, ketika gue mengerti itu gue bisa mengira-ngira hasilnya. Taruhlah gue dapet C, gitu. No surprises. Minimalize pain! Toh gue tahu ko kalo gue ga belajar jadi besar kemungkinan tidak dapat A! Ambil peluang terbesarnya. Peluang terbesar gue adalah dapet C atau D. So, terima saja. Tidak ada sakit hati.:)



So, how’s “beauty is(h) pain” in relationship?

Sama seperti prinsip diatas bagaimana kita mengetahui level kualitas kita dan hasil yang diharapkan.

I will share a bunch of true story..


Jadi, gue pernah menjalani hubungan singkat dengan orang ini. Seberapa singkat?

Sangat singkat? Kalo gue nanem jagung, paling baru ketemu tunas. Lagu “memetik jagung” belum gue dendangkan. (Eh, ada juga lagu “menanam jagung” ya?).

Sebenarnya, I am not actually into this guy.

Teman-teman gue sampai nanya, “Serius lo? Bukan tipe lo deh.”

Tetapi, gue mencamkan ke diri sendiri, ” Ori, kapankah engkau akan menerima seseorang apa adanya? Bukan ada apanya?”

Oke, yang menjadi masalah adalah bagaimana prinsip apa adanya itu? Bagaimana kalau hanya seadanya? atau diada-ada-in? Bagaimana kalau ternyata tidak ada apa-apanya?

Okk, those are rude.

Let me ameliorate for ya.


As a human, I have many considerations to have a relationship.

I am sure anyone does.

Salahnya gue waktu itu adalah, gue tidak me-“matching”-kan antara kebutuhan dengan apa yang ada. Jelas-jelas gue sudah mendapat petunjuknya.

Seperti, kebutuhan akan pria dewasa. Lah jelas-jelas orang ini pernah bilang, ” Kalo kamu kira aku orangnya dewasa aku gak banget loh. Aku ini tipe orang yang pengennya gini( kayak bocah) terus.”

That is, one point.

Next!


Yah, boleh lah satu lagi. Sebenarnya poin diatas akan menjelaskan kelabilan-kelabilan berikutnya which is berasal dari satu masalah “man-up-thing” tadi.

Contoh lain, we had a broke up conversation in front of many people. I told him to have that uncomfort conversation in a place where it will be just us. Yang terdekat, kamar gue.


Mengapa?


Karena ini adalah masalah pribadi yang bukan tontonan masyarakat. Oh, you are craving for public attention, eh?

Silakan jadi artis, atau biar cepet silakan terjun dari mall terdekat biar terkenal.

So, when I offered the option (to the private place), he said ” Aku ga bisa nih, buru-buru.”

Then, okay, got that.



Tapi beberapa hari setelah itu dia konsul ke gue dengan santainya dan gue juga menjawab dengan santainya. But, he tot that am not that friendly anymore.

Oh, so you think we had “friendly-broke up-conversation”? In front of many people?

Cute.

It is.

I am not mad at you. Not essential to me. I just tot that human like you do not have to be my friend. Period.



Kalau dibilang saya tidak bisa berteman dengan mantan?

:)

Z? Oh, please he’s such a big brother to me.

Gue masi bales-balesan twitter sama O, kadang-kadang suka curhat juga.

Dengan A1? Lah kan gue teman sepermainan. Liburan bareng juga sering.

Kalo A2? Memang kami tidak dekat tapi hubungan silaturahmi bisa dibilang baik.

Bagaimana dengan J? Gahh, we hang out sometimes.


Dalam kasus gue ini, gue tahu dimana posisi gue sebenarnya.

Gue tahu siapa gue, kualitas yang ada di diri gue, plus minus-nya gue, tabiat gue..

So, I kinda choose what I deserve.



Karena saya tahu apa yang baik untuk saya, saya bisa mengira-ngira orang mana yang bisa respek sama saya, mana yang hanya memanfaatkan, mana juga yang beritikad baik atau buruk.

Kesadaran diri juga membuat seseorang tidak hanya menyelami jati dirinya namun juga mengerti siapa yang pantas untuk dirinya.

Ketika seseorang mengerti hal ini, tidak akan ada pengharapan yang berlebihan, tidak ada kecemasan dalam dirinya, tidak ada “pain”.


Because you are nothing I deserved.

One thing I deserved from you, a lesson:

“Do not lower your standards, you will get what you deserve.”



CheeriO! :)