Sunday, February 19, 2012
LET GO
Langsung sikap mewek.
I'm not so good in goodbyes.
I'm a "hello" people, tipe-tipe orang yang sangat suka memulai sesuatu daripada mengakhirinya.
Gue dengan gampangnya mengangkat telvon untuk ngobrol dengan seorang teman, dan sulit menutupnya..
Gue biasa mengajak kenalan orang duluan, yea, oke, cuma 2 dari 10 yang bisa gue inget namanya.. Tapi seengganya kenal muka.
Dan.. Gue adalah seorang yang mudah memulai relationship.. Whenever it feels right to me.. I would.
Jadinya memang tidak selalu mudah. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan.
Mungkin ada saatnya orang itu hanya mengisi beberapa episode dalam satu season hidup kita. Atau.. Yang lebih lama lagi mereka bertahan dalam beberapa season sebelum mereka pergi lagi.
I let them go anyway.
Especially when it didn't feel right anymore.
Bagaikan sendi yang sudah aus dltandai oleh krepitasi, hubungan yang aus jg berderik, berdecit, ribut, 2 hati yang sama² berteriak dari dasarnya meminta tolong.
How to release the pain.
How to release the rain.
How to release "us".
Becoming "I" and "you" again..
Some people may come and go.
Let them.
Their part in our life story is just over.
Then time will lead us, show us whose gonna be in our last scene. With "the end" at the bottomline, sunset at the upperline.
Friday, February 17, 2012
RUNNING OLD
Hey, there.
Keinginan gue buat nulis sesuatu biasanya malah muncul pada saat terjepit. I’m on duty btw. Bsk ada ujian lisan gigi-mulut. I’ve read a lot (likely), so.. I just wanna rants ab my life lately.
Everything goes apart.. Semuanya jauh berbeda dari terakhir gue ngeblog. I feel like am a tourist in my own blog. Things growing apart..I am getting old.. I don’t know if am getting wiser.
Besok.. Eh hari ini adalah hari terAkhir gue sebagai koas (on duty) di RSHS. Perjalanan panjang 1.5 tahun yang dimulai dari bagian bedah akan ditutup besok dengan ujian di bagian gigi dan mulut. Wish me luck, yes??! Hehehehee
Then.. Umm.. Yes, I addicted to run lately. Gue emang suka lari tapi compliance gue rendah. Jadi pada awal tahun ini gue nekat aja join sama sebuah klub lari, Indorunners, yg ternyata sekarang malah jadi keluarga baru gue di Bandung. Bersama Aki, Kak Arie, Dita, Leong, Ka Tyas, Ka Unik, Ka Rian, Ade, Dwi, Habib, Bang Ray, dan banyak lagi.. It kinda weird sometimes how all things going.. And how we enjoy it. In fact, I love running more than I could bear.
Banyak orang yang mungkin memandang sebelah mata dengan lari.. Ya.. Dari pelesetan “lari dari lenyataan”-lah, atau mungkin berpikir bahwa.. Kenapa mesti lari? Lari kan lari SAJA.. Nothing happens in running.
Ya wajar sih kalo ada yang bilang gitu, mereka belum aja menemukan soulnya.:-)
Dulu gue benci lari.
Lari yang wajib, yaitu satu puteran stadion soemantri Kuningan waktu gue SMA was like pain in the ass. Gue ga ngerti apa gunanya lari, apa gunanya ngos-ngosan.. Teu puguh kalo kata orang sunda mah.
Tapi sekarang gue ngerti kenapa sebuncah orang mengerti ‘feel’ nya dan menemukan ‘soul’ sampai feel dan soul itu membentuk suatu ‘passion’ tersendiri pada orang yang berlari..
Gampangnya sih kalo menurut gue, yang pertama.. Lari itu adalah aktivitas dasar manusia. Human is natural runner. Dari jaman purbakala manusia berlari dalam kehidupan sehari-harinya. Berburu, berpindah tempat, mengejar lawan, menghindari bencana alam.. Bagi manusia zaman itu lari itu biasa. Tapi lama kelamaan sesuai perkembangan evolusi dan revolusi, sistem transportasi makin baik, manusia akhirnya kehilangan insting untuk lari tersebut. Padahal pada saat berlari, manusia mempertahankan fungsi tubuhnya. Bagaikan mesin yang harus dipanaskan, berlari membuat tubuh terjaga vitalitasnya. Yeah, gue ga tau sih sejarahnya kalo manusia purba matinya gara² jantung koroner. Itu kan penyakit modern. Heheehe
Yang kedua, dengan berlari lo menemukan diri sendiri.. Disaat kita lari, apalagi menyusuri jalan-jalan, atau kalo trail.. Bagian tubuh kita(kaki) langsung bersentuhan dengan bumi. Membuat kita merasa menyatu sebagai bagian dari alam.
Yang ketiga, waktu kita berlari, kita memacu tubuh kita tanpa bantuan. Kita bergantung pada tubuh sendiri. Ga tahu ya, tapi kalo di gue rasanya powerful aja gitu. Tatapan lurus, badan condong ke depan, mengatur napas, mendorong angin.. Ada rasa kepuasan tersendiri.
Yang keempat, bagi yang suka me-record larinya pasti juga merasakan ini.. Abis kita lari dan mengetahui berapa jarak tempuh, kecepatan, dan juga kalori yang terpakai.. Cuma ada 1 di benak yang kebayang.. Gue mau lari lagi! Dan besok harus lebih baik lagi dari ini! Our record today is our motive tomorrow.. Gitu sih kalo kata iklan Garmin. *bukanblogberbayar*
Yang kelima, lari itu mudah dan murah. Lah iya.. Basic need nya cuma sepatu lari. Olahraga lapangan mana yang ga pake sepatu? Dan karena mudah, acara² racing bisa diadakan sepengen yang buat acara. Ya iya kan.. Makanya racing bisa diadakan tiap tahun dan pesertanya makin lama makin buanyak.. Terlihat bahwa running as lifestyle udah mulai jadi fenomena…
Yang ke-6? Apa ya.. Hmm kalo buat gue lari itu bisa jadi ajang sosial yang bagus banget. Karena kita banyakan, bisa seru menuhin jalanan buat lari.. Kalo ada kegiatan kita ga pernah kekurangan orang karena super banyak! :D semangat kekeluargaan pelari juga tinggi. Kalo ga lagi racing, pelari yang lambat (kayak gue gini) pasti ditungguin ko. Ga bakalan tuh nyasar kayak anak ayam sendirian. :-)
Yang ketujuh..
Yang kedelapan..
Yang kesembilan..
Nanti pasti lo tau lah kalo udah lari. Hehehee
Cita² gue sih ga muluk². As a happy runner.. Gue cuma pengen travel to run ‘round the world! Seru ga sih terdampar di Savusavu Island, Fiji gitu terus lari di sepanjang pantainya yang berwarna turquoise itu.. Atau terbang ke Macchu Picchu, Peru di dataran tingginya yang naik turun, ngetrail disana.. That’s the dream, man.(ʃƪ´▽`) (´▽`ʃƪ)
Someday I will.;)
Okay, then..kerjaan udah, hobi udah, percintaan? Ahaay gue bahkan ga cerita di blog ini bout my last relationship yg berlangsung Juni- November ‘11 ya? Hahahha
Well, I was about being a cougar. Dar! Yah, emang lagi trending nya itu bukan sekarang? :-p
Kidding..
Yah, memang pacar gue yang terakhir lumayan lebih muda dari gue. Dan.. Itu sebenarnya bukan main problemnya sih kenapa gue ga sama² lagi sama dia sekarang.. I just thought.. I don’t see me growing old with him, actually.
Seperti pemandangan yang gue lihat tadi pagi di klinik pendidikan gimul. Sepasang aki-nini yang berusia 80an tahun datang berobat. Si akinya sih yang mau berobat. Si nini nya baweeeeel banget jelasin ke dokternya kalo suaminya itu susah dibilangin lah, ga mau diobatin lah.. Dll. Suaminya yang cenderung pendiem manggut-manggut pasrah aja gitu.. Hehee tapi dari situ keliatan banget si nini perhatian sekali. Sampai udahan di periksa baju si aki berantakan dibenerin lagi sama si nini.. Masih dengan ocehannya yang khas. Si aki hanya manggut-mangut lagi, tesenyum lagi..
I wanna have a life like that. I wanna find someone who I could spend my life with, growing old with.. Without any cheats.. Because I don’t want my big fat ego feed by that hideous habit.
Menurut gue kalo kita jujur sama pasangan kita tanpa menduakannya dengan yang lain itu.. Sama kayak lo berlaku dewasa terhadap diri sendiri. Lo ga menghancurkan integritas cuma karena lo kesepian, iseng, ataupun haus ingin diakui. Cinta itu tidak rakus. Ia merasa cukup dengan porsi yang membuatnya sehat. Baik kuantitas maupun kualitas..
Mungkin gue bukan pakar long-lasting relationship. My past relationships cuma bertahan 5,3, bahkan sebulan.. Paling lama 16 bulan saja.. itu ga lain ga bukan.. I haven’t already meet the one I see me growing old with.
Like I said, I mostly don’t care about things. But when I do it, it is must be my focal infection. Love infect me til the smallest particle in my body. Then when it happen, for a reason it will be irreversible.. Touching deep down inside the spatium of my heart..
Yeah, somebody to running old with. It’s not a bad idea, huh?
Wednesday, June 8, 2011
Tuesday, May 3, 2011
BEAUTYISHPAIN
Pernah dengar kalimat ” beauty is pain”?
I am sure you did.
It is just some phrases you can easily find in mags, women mags.
Or umm.. television maybe?
I just tot u did.
Nah, beberapa orang kepo dan menanyakan ke gue apa filosofi dibalik “beauty is pain” dimana kalimat itu menjadi official email gue untuk apapun.
Yea, anything in my life is according to that account.
It is beautyishpain@yahoo.com
Pake “h”?
Hmm.. yah itu dia yang biasanya jadi pertanyaan selanjutnya. kenapa mesti pake “h”.
Beberapa orang berpikir ” Wow, pasti ada filosofi di balik itu.”
Another mean guys said ” Lo pake “h” biar tulisannnya kayak alay-alay gitu ya?”
Sad, it was just rude. :(
Sebenernya gue ga pernah menjelaskan ke siapa-siapa.
Kenapa?
There are only 5 alphabets reason.
M A L A S.
You know, people just cant get it.
Everything we explain to them sometimes just kinda waste of time.
People dont care that much to listen the whole story.
Only two reasons, eh 3 reasons why people wanna listen to you. Your philosophy actually.
One, they have crush on you.
Two, they are jobless.
Three, they’re paid.
So, dont wish anyone would listen what is your probs, your philosophies, your jokes, anything.
Anyway, do not hope. Ha ha
So, i just want to type some to explain to my self what ” beauty ish pain” is about.
It is not about beauty. It is not about pain, anyhoo. It is not about is.
Cantik (beauty) itu kata sifat.
Kata sifat bisa diukur levelnya. Seperti kembali lagi ke cantik.
Cantik biasa. Cantik sedang. cantik sangat.
Nah, biasanya orang bisa mengukur kualitas “cantik” dirinya.
Cantik biasa. Cantik sedang. Cantik sangat.
Except for bitches, alay bitches who got over-confidence. That is another thing.
Sekiranya orang bisa menilai dirinya, maka dia akan mencari kerumunan spesies yang selevel dengan mereka. Untuk berteman, bekerja, ataupun untuk berkembang biak. Sori, maksudnya mencari pasangan. (Entah kenapa berkembang biak terdengar seperti sedang membicarakan ternak).
Dengan mengerti level itu, maka orang bisa mengira-ngira jati diri mereka dari siapa yang ada disekitar mereka.
Contoh!
Si Andre dan Andra adalah anak kembar. Si Andre punya geng anak moge. Motor gede. Rata-rata temannya berkumis panjang, bewok, tato, sangar, tatapan mata elang, jeans dengkul bolong, dan sebenarnya.
Sedangkan si Andra, ia tergabung dalam kelompok ilmiah remaja. Isinya adalah manusia-manusia ber IQ melayang di udara (saking tingginya), membuat robot yang bisa menanak nasi, menciptakan roket yang bisa terbang ke planet buri-buri, dan kerjaan-kerjaan lainnya yang cuma bisa bikin orang tepuk tangan.
Nah, apa sekarang tanggapan kalian terhadap 2 anak ini?
Beda kan satu dengan yang lain.
Pasti pada mengira kalo Andre lebih banyak negatifnya daripada Andra.
Hell yeah, lihat aja dari teman-temannya!
Padahal mereka kan saudara kembar. Kenapa kita ga berpikiran lebih positif bahwa mereka tuh ga beda jauh tabiatnya?
Kenapa mesti liat dari teman-teman mereka?
Nangningnungningnangningnung… bingung ya? :p
Beauty is(h) pain.
Account ini saya buat dengan tujuan untuk mendapatkan email yang tetap untuk buku tahunan SMA.
Dari dulu gue punya email perasaaan ga pernah settle. Gonta-ganti mulu.
Akhirnya gue bingung. Lagipula email gue sebelum BIP sangat-sangat alay.
Sangat labil dan seperti ABG bingung.
Dan setelah menimbang-nimbang, solat tahajud tiap malam, makan nasi merah nasi putih, muncullah kalimat “beauty is(h) pain”. Akhirnya ilham itu datang dari langit.
Terus kenapa musti pake “h” woi??
Ok, ok we’ll get there.
Balik ke beauty is(h) pain.
Sejujurnya mah, selipan huruf “h” itu buat sok asik ajah.. sok slang hip-hop kituhh..
Tapi kalo sekarang mah, berhubung saya sudah insaf, maka akan saya kembalikan ke kata asalnya.
Ish itu berari “kira-kira” kan ya? Yah, kira-kira begitu.
It is like ” Ok, see you at 6-ish”
Arrrrtinya ” Baiklah, sampe ketemu jam 6-an”
Jadi, mereka ga ketemu pas jam 6 teng, tapi mungkin jam 6 lewat 3 detik, gitu.
Wae, orang Indonesia mah janjian jam 6 semua pada dateng jam 7 kurang seperapat. Ya kan? Ya kaaan??
Jadi, bisa dibilang “ish” disini ya emang “ish”.
Bukan bentuk alay dari “is”. Sekian.
Dan kata terakhir yang sangat mempunyai banyak arti, banyak lika-liku, dan konotasi maupun penjelmaan denotasi lainnya adalah..
Mari kita sebutkan bersama-sama dengan suara lirih, PAIN.
Empat huruf, 2 vokal, 2 konsonan, 1 arti. ( ah, ribet lo, Ri)
Tiap orang punya definisi sendiri terhadap pain.
Kalo dari saya mah, yang saya pelajari, pain adalah salah satu gejala inflamasi.
Dimana dari inflamasi tersebut terdapat gejala-gejala lain seperti redness, swell, warm, dan loss of function.
Ziahahahaha gak lah. Gue ga akan bahas itu kok. Kaga ngerti-ngerti banget juga dah.;p
Serius, bagi gue, “pain” adalah satu kata yang sulit didefinisikan.
Bagaimana menurut Anda?
Isilah titik-titik dibawah ini :
1. Menurut saya “pain” adalah …
2. Saya pernah merasa “pain” ketika … (bagi yang pernah.. bagi yang belum? ke laut sono biar digigit teripang dan ngerasain “pain”)
3. Kalau sedang merasa “pain” biasanya saya …
4. Orang yang pernah membuat saya “pain” adalah … karena …
5. Sesuatu yang bisa menyembuhkan “pain” yang saya alami adalah …
Cepet ya! 12 menit lalu kumpulkan!
Nah, kalo udah gitu kita tau kan level “pain” kita dimana?
Seberapa vulnerable kita terhadap pain itu sendiri.
Semua orang jelas pernah ngerasain pain. Cuma beda cara mengatasinya aja.
Orang yang terlalu vulnerable terhadap pain yang dialaminya akan terlihat jadi anak galau sepanjang waktu dan tidak menikmati hidup.
Jadi, jangan dilakukan ya, anak-anak.;p
Penelitian di kota Wenxys,Slovakia mengatakan orang yang galau terus-menerus yang melebihi 46% dari harinya terbukti akan mengurangi umur hingga 3 jam tiap 1 persennya! Waspadalah! Waspadalah!
Pernyataan saya diatas cukup dimaknai saja ya, actually, there is no town named “Wenxys” in Slovakia or any other places in the world).
So, beauty is(h) pain!
Setelah kita mengetahui dimana posisi kita, kualitas kita sebagai manusia, maka kita akan menjadi lebih aware terhadap apa yang akan terjadi di hidup ini.
Seperti gue pas akan menghadapi ujian. Terus gue ga belajar.
Otomatis gue bisa mengira-ngira “sebisa apakah gue terhadap ujian ini?” tepatnya “se-percaya diri apakah gue terhadap ujian ini?”
Nah, ketika gue mengerti itu gue bisa mengira-ngira hasilnya. Taruhlah gue dapet C, gitu. No surprises. Minimalize pain! Toh gue tahu ko kalo gue ga belajar jadi besar kemungkinan tidak dapat A! Ambil peluang terbesarnya. Peluang terbesar gue adalah dapet C atau D. So, terima saja. Tidak ada sakit hati.:)
So, how’s “beauty is(h) pain” in relationship?
Sama seperti prinsip diatas bagaimana kita mengetahui level kualitas kita dan hasil yang diharapkan.
I will share a bunch of true story..
Jadi, gue pernah menjalani hubungan singkat dengan orang ini. Seberapa singkat?
Sangat singkat? Kalo gue nanem jagung, paling baru ketemu tunas. Lagu “memetik jagung” belum gue dendangkan. (Eh, ada juga lagu “menanam jagung” ya?).
Sebenarnya, I am not actually into this guy.
Teman-teman gue sampai nanya, “Serius lo? Bukan tipe lo deh.”
Tetapi, gue mencamkan ke diri sendiri, ” Ori, kapankah engkau akan menerima seseorang apa adanya? Bukan ada apanya?”
Oke, yang menjadi masalah adalah bagaimana prinsip apa adanya itu? Bagaimana kalau hanya seadanya? atau diada-ada-in? Bagaimana kalau ternyata tidak ada apa-apanya?
Okk, those are rude.
Let me ameliorate for ya.
As a human, I have many considerations to have a relationship.
I am sure anyone does.
Salahnya gue waktu itu adalah, gue tidak me-“matching”-kan antara kebutuhan dengan apa yang ada. Jelas-jelas gue sudah mendapat petunjuknya.
Seperti, kebutuhan akan pria dewasa. Lah jelas-jelas orang ini pernah bilang, ” Kalo kamu kira aku orangnya dewasa aku gak banget loh. Aku ini tipe orang yang pengennya gini( kayak bocah) terus.”
That is, one point.
Next!
Yah, boleh lah satu lagi. Sebenarnya poin diatas akan menjelaskan kelabilan-kelabilan berikutnya which is berasal dari satu masalah “man-up-thing” tadi.
Contoh lain, we had a broke up conversation in front of many people. I told him to have that uncomfort conversation in a place where it will be just us. Yang terdekat, kamar gue.
Mengapa?
Karena ini adalah masalah pribadi yang bukan tontonan masyarakat. Oh, you are craving for public attention, eh?
Silakan jadi artis, atau biar cepet silakan terjun dari mall terdekat biar terkenal.
So, when I offered the option (to the private place), he said ” Aku ga bisa nih, buru-buru.”
Then, okay, got that.
Tapi beberapa hari setelah itu dia konsul ke gue dengan santainya dan gue juga menjawab dengan santainya. But, he tot that am not that friendly anymore.
Oh, so you think we had “friendly-broke up-conversation”? In front of many people?
Cute.
It is.
I am not mad at you. Not essential to me. I just tot that human like you do not have to be my friend. Period.
Kalau dibilang saya tidak bisa berteman dengan mantan?
:)
Z? Oh, please he’s such a big brother to me.
Gue masi bales-balesan twitter sama O, kadang-kadang suka curhat juga.
Dengan A1? Lah kan gue teman sepermainan. Liburan bareng juga sering.
Kalo A2? Memang kami tidak dekat tapi hubungan silaturahmi bisa dibilang baik.
Bagaimana dengan J? Gahh, we hang out sometimes.
Dalam kasus gue ini, gue tahu dimana posisi gue sebenarnya.
Gue tahu siapa gue, kualitas yang ada di diri gue, plus minus-nya gue, tabiat gue..
So, I kinda choose what I deserve.
Karena saya tahu apa yang baik untuk saya, saya bisa mengira-ngira orang mana yang bisa respek sama saya, mana yang hanya memanfaatkan, mana juga yang beritikad baik atau buruk.
Kesadaran diri juga membuat seseorang tidak hanya menyelami jati dirinya namun juga mengerti siapa yang pantas untuk dirinya.
Ketika seseorang mengerti hal ini, tidak akan ada pengharapan yang berlebihan, tidak ada kecemasan dalam dirinya, tidak ada “pain”.
Because you are nothing I deserved.
One thing I deserved from you, a lesson:
“Do not lower your standards, you will get what you deserve.”
CheeriO! :)
Saturday, March 19, 2011
VALUE
Bukan cuma merasa tidak dihargai sebagai individu dengan segala kompleksitasnya namun juga perbandingan antara satu dengan yang lain biasanya tidak imbang adanya.
Perbandingan antar manusia tidak teruji validitasnya, apalagi kalau emosi dan subjektivitas terlibat didalamnya. Sungguh tidak fair, kan?
Mungkin kali ini pembahasan saya agak serius. Bukan, bukan karena saya akhirnya ingat kalau umur saya tahun ini menginjak angka 23, tetapi lebih karena keadaan yang memaksa saya untuk tidak ber-haha-hihi saat ini.
Anyway... saya baru saja melewati sesuatu yang cukup mematikan. Yuk mari kita tarik napas dalam-dalam lalu kita sebutkan bersama-sama, Fuuuuhhh......
"LONG-CASE ILMU PENYAKIT DALAM"
Ya, apalagi kalau bukan ujian P3D (Program Pendidikan Profesi Dokter) yang sangat melelahkan itu. Jiwa, raga, emosi remuk redam. Ujian yang berlangsung bisa lebih dari 6 jam. Melibatkan sensorik dan motorik, kecerdasan dan ketangkasan, kelihaian dalam berlaku menjadi seorang dokter dimana otak masih potongan mahasiswa. Angker!!!
Jadi tuh prosedur ujian longcase kira-kira begini..
Jam 7 pagi kami berlima yang ujian pada hari yang bersangkutan menunggu di depan sekretariat untuk dipinang (yuk.. deh) bysitter masing-masing. Bysit inilah yang bakalan menemani kita selama ujian. Memberi pengarahan, meluruskan yang salah, dan kalo mujur (kayak gue) sih bysit bisa jadi dewa penyelamat ketika otak udah buntu.
Udah ni kan.. kita dikasih kasus. Tentu saja kasus yang sudah pernah dipelajari sebelumnya. Lalu ketemu sama pasiennya.. kita lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sambil diperhatikan oleh pengujinya (dokter konsulen).
Setelah itu selesai, baru deh kita disuruh menulis status penyakit dalam. Waktunya kira-kira 1 jam. Rata-rata sih.. bisa kurang bisa lebih. Kemudian penguji akan "ngobrol" 4 mata sama kita mengenai status pasien tersebut. Biasanya bisa 1 jam.
Yah, begitulah. Mulai jam 8-9 selesai jam 1-2. Tentatif sih. Bisa gila nunggunya kalau pas dapat penguji yang super sibuk atau yang super lama "ngobrol" nya.
Mana bahasa mereka udah tingkat dewi kwan-in.. makin susah dicerna. Makin menyerahlah kami. Huhuhuhuhuhu
Sebenarnya ujian longcase dibandingkan ujian yang lain bisa dibilang ga segitunya. Lelah, bosen, ilfil mungkin iya. hal-hal demikian yang se[ertinya menjadi momok bagi kami. Tapi waktu pelaksanaan ujiannya sih.. all iz well. Semua baik-baik saja. Justru bagi gue sendiri ga berasa. Apalagi kalau sudah bertemu dengan pasien yang kooperatif . Mereka bisa sangat membantu kita. Mungkin deg-degannya waktu bertemu dengan konsulen penguji.
Tapi lagi-lagi karena konsulen penguji saya baiknya maha baik, yah.. i did enjoy my longcase:)
Memang ujian di koas masalah hoki sih. Balik lagi harus kuat doanya. Semakin kuat doa, semakin mungkin terdengar oleh Allah SWT:)
"How we value life is how we value ourselves."
Kalo menurut kalian apa yang harus dinilai dari sebuah hubungan?
Penilaian tentang pasangan kita? Apakah sikapnya tepat?Apakah sikap kita tepat?
Apakah benar saya melakukan itu? Apakah masalah ini harus diselesaikan?
Banyak sekali pertanyaan yang harus dijawab.
Banyak pula cerita yang harus diceritakan.
Kemampuan kita untuk merasa nyaman dalam berbagi masalah dan cerita. Mungkin itulah nilai yang kita ambil dari sebuah hubungan.
Sepertinya sulit untuk menyatukan 2 pikiran. Pasangan suami istri yang sudah puluhan tahun saja masih bisa tidak mengerti keinginan pasangannya. Bagaimana yang baru kenal seumur jagung?
Terkadang komunikasi adalah akar permasalahannya dimana kita tidak berpikir bahwa tidak selamanya orang tahu apa yang kita rasakan, apa yang kita pikirkan.
Dengan diam, yang timbul hanya kesalahpahaman. Dengan emosi, hanya hal-hal negatif ada di pikiran.
Yeah, how we value our relationship is how we value the point of trust. Then again, trust could only reached by great communication.
Komunikasi yang baik dan seimbang mungkin hanya bisa dilakukan 2 orang dewasa yang mempunyai pikiran yang luas dan terbuka.
Komunikasi adalah masalah orang dewasa.
Keberhasilan hubungan dapat dilihat dari keseimbangan komunikasinya.
It's how mature human did it. It's how they deal with their significant others.
It's how they value their relationship.:)
cheeriO!:D
Saturday, January 22, 2011
FAKE
So that's a quite popular quote said ," Just be yourself."
It aint that simple tho'.
Once you open up yourself to someone or some people.
It's not always easy.
So you know, being fake is the most reliable reason for people. To adapt. To mix up.
To be 'human'.
Akhir-akhir ini kehidupan gue berjalan ringan. Tidak seperti biasanya.:)
Keadaan jauuuuuh lebih menyenangkan sejak meninggalkan anestesi.
Keadaan umum gue tetap statis sih, masih jadi keset di RSHS. Sekarang gue jadi kesetnya bagian Radiologi dan Kedokteran Nuklir.:D
Tapiii gue bersyukur bgt sama kelompok gue sekarang. Kelompok yang sangat phlegmatis ketika bimbingan. Hehee
Lucu aja gitu kelompok yang isinya gue, Shasha, Ode, Kang Rhesa, Kang Marda, Kang Epoy ups! Kang Fauzi, Teh Sophia, dan Teh Dhania sangat tenang dan selalu dalam keadaan zen ketika bimbingan.
Aman, damai, sehat, sentausa.
Kami mendengarkan bimbingan dengan saksama, mengangguk, mencerna, tersenyum, dan tertidur... eh salah ya?
Dan.. begitu kelompok kami bimbingan bersama 2 kelompok yang lain suasana tiba-tiba memanas.. Serigala-serigala buas dari kelompok lain mulai membakar ruangan..
Groaaaarrr!!!
Waktu itu residen radiologi sedang menjelaskan sesuatu di depan, terdengarlah sebuah istilah baru, "KP".
Mulai kan anak-anak kasak kusuk apa sih si KP. Salah seorang dari kelompok gue dengan ga pedulinya menggumam, "KP kan TBC.." dan bersikap skeptis kembali.
Kelompok diseberang mulai berteriak, " Emang KP teh apaaa... KP apaaaa..???"
Si Kang Prof.Zay lalu bersabda, " KP itu TBC!!" kasak kusuk belum juga usai.. Teh Ersa yang ucil krucil tapi suaranya kayak petasan molotov (ada gitu?) berdiri dari tempat duduknya menghadap ke anak-anak. She screamed, " KP kaaaaaan tebeeee!!!!!!"
Dia teriak sambil mengacungkan tinju ke udara.
-_______________________________-""
Rasanya waktu itu gue pengen teriak ke kupingnya, "SANTAIII WOIIIII!!!!"
Lalu kupingnya mimisan. (Gak laaaahhh)
Tapi kelompok kecil kami adalah kelompok yang rukun.
Kami ber-24 selalu membantu sesama, merawat Kak Icha bumil dengan menuruti segala kengidamannya, menjarkom berita-berita penting, belajar, dan sedih susah senang joget bersama.
Asiknya di kelompok kecil gue ini ga ada yang kanibal. Alias emte.
Dulunya waktu kami di bagian kulit dan kelamin sama anestesi belum sedekat ini. Memang sih, jadwal di radiologi membuat kami (mau tak mau) jadi intim.
Gimana engga?? dari jam 06.30 - 18.00 kami selalu bersama. Sebenernya sih maksimalnya dari jam 06.30 sampe makan siang karena kami dikurung di sebuah ruangan koas yang sejarahnya adalah gudang tempat penyimpanan peawat radiologi yang rusak. Disana ngapain lagi kalo bukan... oh oke emamg ada beberapa yang masih konsen belajar. Merekalah dokter-dokter teladan bangsa Indonesia! *tepuktangan*
Sementara dokter masa depan Indonekat: Gue, Shasha,Ode,Rhesa,Marda, Ibay dan Apink.... kami pun belajar. Belajar tidak membohongi diri sendiri bahwa kegiatan kami selama menunggu bimbingan adalah main kartu, nonton DVD, gosip, tidur, yaa sesekali nyalin tugas, ngemil, dan bermain permainan yang ternyata membuka tabir kami yang terdalam, Kokology.
Bagi yang belum tahu dan.. ah masa sih ga tau?? Kemana aja looo?? :p
Kokology itu berasal dari negerinya Miyabi, isinya berupa pertanyaan-pertanyaan simpel yang jawabannya ternyata mendeskripsikan kepribadian seseorang secara aktual. Ga bisa bohong ga bisa dibuat-buat karena yang dilihat adalah jawaban spontan, yang pertama kali keluar dari mulut yang bersangkutan.
Ada satu pertanyaan yang membuat Akang siluman Barney Stinson, Kang Rhesa, terjebak. Well, gue ngomongin dia disini karena dia otaknya paling koslet diantara semuanya. Kerjaannya selama koas kayaknya cuma melototin residen cantik, gosipin Roberto Cavalli (which is cowo normal akan bilang, " WTF Roberto Cavalli???"), dan ngomentarin segala sesuatunya dengan cara belebihan, "Gila!! Tu dokter seksi banget! Bikin muncrat sedunia!!". Singkatnya, kata 'sedunia' pun mendarah daging tulang hati dan limpa bagi kami semua. Amen.
Jadi dikit-dikit, "Aaaaaah ni orang paling nyebelin sedunia!"
Ada yang udah kelaperan kronis, " Udah atulah bimbingannyaaa..udah laper sedunia!!"
Gue yang udah kebelet menunaikan tugas mulia, "Duuu...gue pengen b*k*r sedunia!!" Shasha pun mengingatkan, "Jangan Ri! Ga bisa napas orang-orang kalo sedunia ketutupan b*k*r lo!" -,-
Tuh kan jadi lupa mau ngomongin apa..
:/
Oiaaa nah diantara pertanyaan-pertanyaan Kokology itu ada salah satu yang menarik.
"Kalo kamu melihat ada 2 orang anak kecil bertengkar di depanmu.. Apa yang akan kamu lakukan?"
Ini adalah pertanyaan terbuka. Jadi tiap orang bebas berekspresi dengan jawabannya.
Ode : " Yah, bilangin aja. Tapi males ah kalo mesti ngelerai. Bodo.."
Gue: " Ah suka-suka deh, urusan mereka."
Kang Marda, Kang Uji : Melerai sampai tuntas.
Kang Rhesa : "Iya, gue lerai.. terus gue marahin.. Terus gue bilang sama yang paling songong, kalo berani ayo lawan gueeee!!!!"
Dan... pertanyaan itu adalah mengenai apa tindakan Anda terhadap teman yang sedang berzina.
Tetoooottttttt
(Yak, bisa dianalisis sendiri, kawanss.. Jadi Kang Rhesa kalo ada temennya zina dia bakal marahin mereka dan...menawarkan diri untuk threesome. Awesome!) -,-
Gara-gara ini kami ga bisa menutupi kepribadian sebenarnya. Ketahuanlah siapa yang sanguinis, melankolis, koleris, dan phlegmatis.
Ketahuanlah siapa yang self-absorbing, egois, keras kepala, anteng, pemikir, ga mau mikir, ngeres mulu, dan lain-lainnya.
Seru banget teh si Kokology ini.:)
Tapi gue mikir bahaya juga nih si Kokology, bisa-bisa aib gue kebuka sebelom waktunya.
Jadi, kalo punya calon pasangan jangan mainan Kokology.
Eh.. apa sebaliknya?
Gimana menurut lo, kita mesti terbuka atau tertutup atas kepribadian kita yang sebenarnya?
Katanya tuh yaa masa pacaran sama udah married bakal beda banget.
Pacaran : "Sayang, tolong ambilin koran di meja itu dong. Makasih ya sayangku.. muah muah cilukbaa.." (oke, ga gitu juga)
Menikah: " Eh, koran dong. Tuh di meja."
Atau ketika bertemu setiap hari, dengan orang yang sama.. Respon kita bakalan beda dengan frekuensi ketemu yang jarang nan ditunggu-tunggu.
Pacaran: "Sayang, nanti pulang kerja aku tunggu di tempat biasa ya. Kangen kamu banget deh. Aw aw aw"
Menikah: Buka pintu, nyari gelas kopi, buka kaus kaki, selonjoran. Nothing comes up.:(
Yaa ga gitu juga sih. Buktinya bokap gue yang udah 23 tahun menikah sama sekali bukan pria seperti itu.:)
Tapi sayangnya, ada indikasi bahwa pria seperti bokap gue adalah anomali.
Kalo 2 vignette diatas menggambarkan 98,7% perlakuan suami terhadap istri, bokap gue termasuk 1,3% sisanya.:)
Menyedihkan sekali ketika 2 orang yang membutuhkan satu sama lain dan akhirnya berkomitmen untuk menghabiskan hidup bersama tiap harinya tidak saling menghargai lagi.
Kejadian kayak gini sekarang ga asing lagi gue denger. Ga usah jauh-jauh deh. Ini datang dari lingkungan terdekat gue sendiri.
But I dont have right to tell further story because it's confidential, rite?
Yang gue rasakan cuma satu, sedih.:((((
Dan tahu ga, bapak-bapak, ibu-ibu, kalo Anda sekalian berlaku demikian?
Anak-anak Anda bisa jadi skeptis, sinis, dan tidak mampu berkomitmen juga bertanggungjawab.
Kenapa gue bilang begini?
Karena gue yang tidak merasakan langsung menjadi anak dari orang tua seperti itu saja merasakan ke-skeptis-an yang mulai merasuk jiwa. (Oke,jijik)
Gimana kalo gue ngerasain langsung?
In a relationship, maybe people started to make a relationship in sort of beautiful ways.
Everything is just perfect.
Then so you know, this world aint perfect.
And the people you love, you choose to love, they got their own problems and weaknesses.
You can't prevent it because it is humane. Anyway, you got it too.
Do not be such a bizarre bipolar woman to make a long term relationship. It won't work.
You know, you are too old for that 'stuff'.:)
Jadi gue mah setuju sama salah satu perkataan di timeline twitter gue :
" Pria sejati itu tidak brengsek, tidak merokok, tidak mabuk, tidak flirting, tidak kasar, tidak berteriak, dan tidak pernah ditemukan."
Selama ini gue hidup dengan checklist. Apa yang ada di hidup gue harus tertera pada checklist itu. Harapan demi harapan. Bagus sih kalo ternyata gue bisa mencentang apa ang jadi rencana.
Tapi lama kelamaan gue jadi ga bisa menikmati hidup. Untuk sebuah ekspektasi yang tidak realistis kegiatan checklist hanya membuat pesimis dan hidup dalam kepalsuan.
Dan sejauh ini, checklist won't work for 'this' stuff.:)
If you love him/her because he/she was nice.. Would you still love him/her when he/she get angry??
If you love him/her because he/she got a beautiful hair.. Would you still love him/her anyway when he/she turn baldy?
If you love him/her because he/she always be there for you.. Would you still love him/her anyway when the distance separates?
Okay, not that serious, tho' hehehehhe
Itu mah buat yang mau married besok aja dehhh (Tag: Nada Ristya, lalu.. hmm sepupu gue Rima Oktaviani..:) Wow, yous are getting married soooooon...... :D :D )
Tapi pada intinya sih gue mulai belajar bahwa emang ga usah dipungkiri lah kita sebagai manusia kan ada kalanya ingin bersama seseorang, ada kalanya ingin bebas..
Ada saatnya manusia memerlukan dukungan dari orang terdekatnya, ada pula saatnya manusia harus kuat menjadi dirinya sendiri..
Bersama-sama dengan seseorang bukanlah mengambil kepribadian menjadi orang yang kita bayangkan, namun menghargainya sebagai manusia seutuhnya sambil tetap menemaninya mencapai tujuan.:)
Because in the end, we are not committed to someone we choose to be with.
We committed to ourselves.
Committed if we elect him/her, we will cherish him/her whatever.. whatsoever.. and responsible for the relationship itself.
NO FAKE FOR GOD SAKE.
CheeriO! :D